Blogger templates

HUKUM BERMADZHAB DALAM ISLAM

Posted by

Sebelum kita menghukumi sesuatu alangkah seharusnya kita ketahui apakah Mazdhab itu sesungguhnya
Mazhab adalah isim makan dari bab Tsulasti Mujarrod

ﺫﻫﺐ – ﻳﺬﻫﺐ – ﺫﻫﺒﺎ / ﺫﻫﺎﺑﺎ..... مذهب

yang berarti pergi atau berjalan secara bahasa arti mazhab adalah tempat berjalan. Dalam istilah syar'i adalah beberapa hukum yang mengandung beberapa masalah atau bisa disebut beberapa hukum yang dipilih.
(I'anatut Tholibien 1/16 dan Fiqh Islam 1/42)



kewajiban muslim bermadzhab
Ketika Rosululloh masih hidup, setiap pertanyaan tentang Islam, dapat dipertanyakan langsung, dan tentunya akan mudah terjawab. Karena Rosululloh-lah yang menjawabnya, takkan mungkin jawaban Rosululloh salah pasti kebenaranya. Setelah Rosululloh wafat. Maka pertanyaan tentang Islam dipertanyakan kepada keluarga dan para sohabat Rosul, itupun termasuk mudah dan tentu akan terjawab juga.



Kemudian kita tengok pada masa setelah Rosululloh dan Khulafaur Rosyidin. Mungkinkah kita dapat bertanya secara langsung? Akan menjadi Mustahil. Maka kemudian akan menjadi mudah untuk mencari pertanyaan hanya saja tidak mudah mencari jawabanya. Perlu penelitian yang sungguh2 dengan rujuan Al quran dan hadist disertai ilmu yang benar-benar mumpuni. Apalagi zaman sekarang yang sudah berapa abad melewati masa Rosululloh dan Khulafaur Rosyidin


Yang kemudian setelah Rasulullah SAW wafat, banyak para sahabat yang berpindah dari satu negeri ke negeri yang lain. Disetiap negeri yang mereka diami, mereka mengajarkan apa yang mereka peroleh dari Rasulullah kepada penduduk dimana mereka tinggal. Diantara kota-kota tempat tinggal para sahabat tersebut akhirnya ada yang berkembang menjadi pusat perkembangan ilmu-ilmu keislaman yang diantaranya adalah fiqh Islam Madinah, kuffah, ada juga yang menetap di Makkah.


Maka timbbullah IJTIHAD
ijtihad ( اجتهاد )  adalah bentuk sighot masdar Tsulasi Mazid Khumasi yang berasal dari

اجتهد - يجتهد - اجتهاد

Secara bahasa berarti bersungguh-sungguh. Dalam istilah syar'i yaitu mengerahkan segenap kemampuan untuk menghasilkan sebuah dhan terhadap satu hukum. Yang kemudian mereka disebut MUJTAHID (مجتهد)_ bentuk sighot isim fail dari asal tadi


Secara asal memang seseorang seharusnya berijtihad mencari hukum langsung AlQuran dan Hadist, karena Al Quran dan Hadist-lah tolak ukur sebuah kepastian kebenaran. Hanya saja tidak semua orang dapat melakukan hal tersebut, membutuhkan ilmu yang benar-benar mumpuni.


Untuk itu sebagai umat muslim yang lemah, jauh kemampuanya di bawah para ulama. Tentunya kita harus bermazdhab yakni mengikuti para ulama yang sudah berkompeten dalam berijtihad. Dinamakanlah TAQLID yaitu mengambil dan beramal dengan mengikuti ucapan Mujtahidnya dengan tanpa mengetahui dalilnya, dan disebutlah orang ini dengan sebutan MUQOLLID. (I'anatut Tholibien 1/217)


Dari hasil ijtihadnya para Mujtahid, yang kemudian diikuti para pengikutnya maka kita mengenal dengan sebutan MAZDHAB (hukum yang dipilih) yakni di masa itu tidak sedikit ulama yang mencapai pada tingkatan Mujtahid yang memiliki mazdhab sendiri seperti Mazdhab Hanafi, Madzhab Maliki, Mazdhab Syafi'i, Mazdhab Hanbali, Mazhab Sofyan ast-Tsauri, Mazdhab Sofyan bin Uyainah, Mazdhab Laist bin Sa'd, Mazdhab Ishaq bin Ruhuwyah, Mazdhab Ibnu Jaziri, Mazdhab Dawud dan Mazdhab Al Auzai. (Fawaidul Makiyah 37-38)


Namun karena bergantinya tahun bahkan abad kondisi mengerucut kepada EMPAT MAZDHAB (mazdhibul arba'ah) yang diikuti, karena beberapa faktor yang salah satunya sulitnya menulusuri madzhab-mazdhab tersebut.


Madzhab empat yang dimaksud adalah

MAZDHAB HANAFI / HANAFIYAH
Mazhab Hanafi dibentuk oleh seorang ulama besar Kufah yang bernama lengkap, Abu Hanifah An Nu’man bin Tsabit. Beliau lahir 80 H dan wafat 150 H.

MAZDHAB MALIKI / MALIKIYAH
Mazhab ini didirikan oleh seorang ulama besar Madinah yaitu Abu ‘Abdillah Malik bin Anas bin Malik lahir pada tahun 93 H dan meninggal pada tahun 179H.

MAZDHAB SYAFI'I / SYAFI'IYAH
Mazhab ini didirikan oleh seorang ulama yang lahir pada tahun 150 H dan wafat pada tahun 204H, Bernama lengkap Imam Abu ‘Abdullah Muhammad bin Idris bin ‘Abbas bin ‘Utsman bin Syafi’

MAZDHAB HANBALI / HANABILAH
Mazhab ini didirikan oleh imam Abu ‘Abdillah Ahmad bin Hanbal, beliau lahir di kota Baghdad pada tahun 164 H sehingga wafat pada tahun 241 H.
(I'anatut Tholibien 1/16-17)


Dari pemaparan diatas, tentunya kita seharusnya dan semestinya, mau tidak mau mengikuti salah satu empat mazdhab.


Kita ambil contoh salah satu ulama yaitu Imam Ghozali, ulama Tasawuf dan Fiqih yang terkenal yang mendapatkan gelar Hujjatul Islam yaitu beliau hafal 300 ribu hadist. Dapat kita bayangkan, bagaimana kepandaian beliau. Sampai hafal ratusan ribu hadist. Namun bukan itu yang kita bahas saat ini.

Hanya sebuah Pertanyaan, apakah ada? di zaman sekarang ulama yang sampai hafal 100ribu saja? 

Itupun beliau Imam Ghozali dalam berfatwa tidak menggali hukum langsung dari AlQuran Hadist, tetapi mengikuti ulama sebelumnya yaitu bermazdhab Syafii.

Sebut saja para ulama seperti Imam Bukhori, Imam Muslim, Imam Baihaqi, Imam An Nawawi, Imam Ibnu Hajar Al Haitami, Imam Zakariya Al Anshori, Imam Abu Hasan Al As'ariy, Imam Izzuddin Ibnu Abdus Salam Imam Ibnu Qoyyim, Imam Ibnu Taimiyah dan masih banyak lagi, yang kesemuanya itu bermazhab. Wali songo yang terkenal dikalangan kita-pun juga mengikuti salah satu dari empat Mazdhab.


Adapun dalil tentang keharusan bermazdhab banyak sekali namun kita akan mengutip salah satunya yaitu Firman Alloh pada Surat An Nisa ayat 59

ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁَﻣَﻨُﻮﺍ ﺃَﻃِﻴﻌُﻮﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻭَﺃَﻃِﻴﻌُﻮﺍ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮﻝَ ﻭَﺃُﻭﻟِﻲ ﺍﻟْﺄَﻣْﺮِ ﻣِﻨْﻜُﻢْ

Kurang lebih artinya ‘’hai orang-orang yang beriman! Turutilah Allah dan turutilah Rasul dan ulil amri dari kamu’’ 


Di dalam Tafsir Showi mengartikan "Imam mujtahid" termasuk salah satu maksud lafadz "Ulil amri" dalam ayat tersebut .Tidak jauh berbeda dengan kitab Jami'ul Ahkamil Quran yang memapaparkan bahwa salah satu pendapat yang menafisrkan lafadz "Ulil Amri" dengan "ahli Quran dan Ahli Ilmu", adalah pendapat yang dipilih Imam Malik RA. Dan perkataan Imam Dhohaki yakni "para ahli fiqh dan ulama". Begitu juga keterangan di dalam Tanwirul Muqobbas.Selanjutnya juga, pendapat Jabir di dalam salah satu kutipan pada Tafsir Khozin

Disitu ( Tafsir Khozin ) juga terdapat kutipan tentang hadist

أصحابي كالنجوم بأيهم اقتديتم اهتديتم

“Sahabatku seperti bintang, siapa saja yang kamu ikuti maka kamu telah mendapat hidayat” 


Bahkan dalam tafsir Ar Rozi menjelaskan pada ayat (surat An Nisa 59) dibagi dalam beberapa masalah, yang salah satunya menyebutkan "ulil amri" menurut para sohabat kita adalah bahwa "IJMAK ULAMA ADALAH HUJJAH". Selanjutnya salah satu pendapat tentang arti lafadz "ulil amri" adalah "Ulama yang berfatwa dalam hukum syari dan mengetahui agama", ini telah diriwayatkan oleh Tsa'labiy dari Ibnu Abbas serupa dengan ucapan Hasan, Mujahid dan Dhohaki

Tafsir Showi 1/299, Jami'ul Ahkamil Quran 5/259, Tanwirul Muqobbas 'ala Tafsir Ibnu Abbas 1/72, Tafsir Ar Rozi 10/122-123, Tafsir Khozin 1/392-393



Semua penjelasan diatas menggambarkan bahwa para sahabat dan ulama-ulama setelah sahabat, merupakan lampu penerang umat manusia, sehingga Rasulullah menjadikan para ulama sebagai pewaris para Anbiya’ dalam memberi petunjuk kepada ummat.

Seperti kutipan kitab Subulus Salam 1/13 pada hadist Nabi :

 الْعُلَمَاءُ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُد

"Ulama adalah pewaris Nabi"

Kemudian pada Surat Al Anbiya ayat 7

وَما أَرْسَلْنا قَبْلَكَ إِلاَّ رِجالاً نُوحِي إِلَيْهِمْ فَسْئَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Kurang lebih artinya: "Kami tidak mengutus Rosul-Rosul sebelum kamu (Muhammad), kecuali beberapa orang laki-laki yang kami beri wahyu, maka kamu tanyakanlah kepada ahli orang-orang berilmu, jika kamu tidak mengetahui"

Dalam kitab Jami'ul Ahkamil Quran ( 11/272) menjelaskan pada ayat tersebut bahwa tidak ada perbedaan pendapat (sepakat ulama) bahwa orang diharuskan taqlid kepada para ulama. Sebagaimana orang buta yang tidak mengetahui arah kiblat, tentunya harus bertanya kepada yang mengetahui. Untuk itu mau tidak mau kita sebagai orang yang lemah mengikuti salah satu Madzhab.

Tetapi adanya perbedaan pendapat para ulama mazdhab bukan suatu perpecahan umat islam ataupun saling menyalahkan. Tetapi saling menghormati pendapat yang satu dengan yang lainya, Karena Nabi Muhammad SAW besabda

اختلاف امتي رحمة

Arti tekstual "Perbedaan umatku adalah rohmat"
(Jami'us Shoghir 1/13)

Namun maksud hadist tersebut adalah "perbedaan pendapat para mujtahidku adalah menjadikan keluasan agama". (Faidul Qodir 1/209)

Dan perbedaan tersebut bukan dalam permasalahan ke-Tauhidan atau keyakinan dalam berke-Tuhanan. Para ulama Ahli Sunnah Wal Jama'ah ikhtilaf dalam segi FURU'IYAH saja. Dan juga tidak merubah hukum Naqli yang sudah dinash dalam Al Quran.

Mengikuti mujtahid pada hakikatnya adalah mengikuti Allah dan RasulNya, dan lagi para ulama telah sepakat bahwa ijtihad mereka bersumber pada Kitab Allah dan Sunnah Rasul karena silsilahnya (ikatan) dengan Rasulullah tidak diragukan, maka mengikuti mujtahid juga dinamakan mengikuti Rasulullah.

Wallohu A'lam bishowab


Daftar Pustaka ;

Tafsir Showi_Al Haromain Indonesia
Jami'ul Ahkamil Quran_Syamela
Tanwirul Muqobbas 'ala Tafsir Ibnu Abbas_Syamela
Tafsir Ar Rozi_Syamela
Tafsir Khozin_Syamela
Subulus Salam_Syamela
Fawaidul Makiyah_pdf
I'anatut Tholibien_Ahmad Nabhan Surabaya
Jami'us Shoghir_Al Hidayah Surabaya
Faidul Qodir_Syamela
Fiqh Islam_Syamela


Blog, Updated at: 23.22

0 komentar:

Posting Komentar

Delete this element to display blogger navbar

Blogroll

Total Pageviews

About

About

Blogger news

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Popular Posts

Popular Posts

Blogger news

Search

Become our Fan

www.facebook.com/AN66RA.PRASETYO

Pages - Menu

Followers

Featured